Kamis, 13 Mei 2010

Kurikulum yang Tidak Membumi

Tidak salah lagi, kurikulum adalah salah satu penyebab suatu pelajaran menjadi sangat sulit dan berat untuk dipelajari dan karenanya kurang disukai siswa. Di sini penulis mengambil contoh pelajaran fisika dan kurikulumnya sebagai studi kasus.
Kurikulum fisika yang ada tidak seharusnya diberikan pada tingkatan sekolah menengah. Karena menurut kurikulum ini materi pelajaran yang harus diberikan sangat banyak dan terlalu sulit jika dilihat bahwa jam pelajaran yang tersedia sangat terbatas dan siswa pun tidak hanya belajar fisika. Siswa juga harus belajar matematika, biologi, kimia, agama, ekonomi, sejarah dan lain-lain. Jadi, sangat tidak bijak apabila siswa dipaksakan (dijejali) untuk memahami semua materi yang ada di kurikulum.
Materi yang harus dipelajari oleh siswa tentang fisika begitu banyak dan mendetail yang masih perlu dipertanyakan haruskah materi ini diajarkan pada tingkat sekolah menengah. Perubahan kurikulum pada dasarnya tidak banyak mengubah materi pelajaran fisika ini karena hanya mengubah susunan atau struktur materi pelajaran. Perubahan kurikulum tidak pernah sama sekali menyentuh hal apakah materi ini layak dan harus diajarkan pada tingkat sekolah menengah. Pelajaran fisika yang selama ini kita pelajari di tingkat sekolah menengah seharusnya dipelajari di tingkat yang lebih tinggi (apa karena ini siswa kita banyak yang menggondol medali emas olimpiade fisika?).
Kurikulum yang ada selama ini hanya mampu diikuti oleh segelintir siswa saja yang mampu sedangkan sebagian besar siswa tidak dapat mengikuti apa yang ada di kurikulum. Seharusnya kurikulum dibuat untuk dapat diikuti oleh semua siswa, tidak hanya oleh segelintir siswa yang pintar saja. Berdasarkan pengalaman penulis untuk menjelaskan satu bagian (misalnya, hukum termodinamika I) saja dibutuhkan waktu yang cukup lama. Dan belum tentu bisa dipahami oleh semua siswa karena kemampuan masing-masing siswa berbeda-beda. Akibatnya, tidak cukup waktu yang tersedia untuk menyelesaikan seluruh materi yang ada dalam kurikulum.
Akan tetapi, karena kurikulum telah dijadikan pedoman dan bahkan seolah-olah bagaikan kitab suci yang wajib digunakan, kekurangan-kekurangan yang ada dalam kurikulum tidak bisa diganggu gugat. Ini menjadi beban tersendiri buat guru dan siswa.
Menurut pandangan penulis, pelajaran fisika seharusnya diarahkan untuk dapat membantu memecahkan masalah yang sering timbul dalam kehidupan sehari-hari. Pelajaran fisika bukan sekedar membahas seluruh aspek dari hukum-hukum fisika secara detil sekaligus menyelesaikan semua perhitungan yang berkaitan dengan hukum tersebut tanpa siswa mengetahui apa manfaat yang nyata dari hukum-hukum tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Bisa dikatakan kurikulum yang ada kurang membumi yang membuat siswa kurang berminat mempelajarinya.
Kurikulum yang terlalu padat dan kurang membumi diperparah oleh ketersedian buku sebagai pegangan guru dan siswa dalam pengajaran fisika di sekolah. Ya, harus diakui bahwa buku pelajaran adalah salah satu elemen penting dalam proses pendidikan di sekolah tak terkecuali dalam pelajaran fisika. Di atas telah disebutkan bahwa buku fisika sebagai pengantar memahami pelajaran fisika yang ada tidak representatif. Ini bukan berarti penulisnya yang salah ataupun penerbit yang tidak bertanggung jawab. Penulis maupun penerbit merasa mereka telah membuat buku sesuai dengan kurikulum yang terbaru (kurikulumnya aja ngga jelas!). Dan mereka beralasan buku yang tidak sesuai kurikulum (walaupun lebih membumi dan lebih bisa dibaca (ada ngga ya!)) tidak akan laku dijual. Buku yang sedianya menjadi salah satu elemen penting dalam pendidikan telah terperangkap dalam bisnis semata dan seolah-olah mengabaikan aspek pendidikan. Praktik bisnis ini membuat tidak ada penerbit yang berani membuat buku yang lepas dari pakem dan belenggu kurikulum sehingga buku tersebut bisa lebih membumi dan mudah dipahami.
Salah satu ganjalan lain berkaitan dengan kurikulum yang membuat pelajaran fisika menjadi terlihat sulit adalah adanya ujian nasional (UN) sebagai standar kelulusan. Pelajaran fisika (atau sains pada umumnya) yang sedianya dapat dieksplorasi menjadi lebih menarik terbentur oleh batasan-batasan standar ujian nasional. Dengan adanya batasan-batasan ini guru menjadi terbelenggu dan membatasi pengajarannya hanya pada materi yang diprediksi akan keluar dalam UN. Pengajaran fisika yang dapat diarahkan agar lebih menarik digantikan oleh pembahasan soal-soal untuk menghadapi UN. Keindahan ilmu dan penerapan fisika serta merta akan tertutup oleh kekhawatiran bagaimana menyelesaikan soal UN dengan benar. Tentu saja siswa akan merasa bosan dengan metode pengajaran seperti ini tapi apa boleh buat daripada tidak lulus UN bisa berabe. (Mau ditaruh di mana muka gue kalo ngga lulus UN!)

PERCOBAAN V “LOGAM ALKALI DAN ALKALI TANAH”

I. TUJUAN
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah untuk mempelajari beberapa sifat logam alkali dan alkali tanah.

II. DASAR TEORI
Golongan IA disebut juga logam alkali. Logam alkali melimpah dalam mineral dan terdapat di air laut. Khususnya Na (natrium), di kerak bumi termasuk logam terbanyak keempat setelah Al, Fe, dan Ca. Walaupun keberadaan ion natrium dan kalium telah dikenali sejak lama, sejumlah usaha untuk mengisolasi logam ini dari larutan air garamnya gagal sebab kereaktifannya yang tinggi pada air. Akhirnya Na (natrium) dan juga Kalium (1807) bisa diisolasi dengan mengelektrolisis garam leleh KOH atau NaOH oleh H. Davy di abad ke-19. Kemudian Li (litium) ditemukan sebagai unsur baru di tahun 1817, dan Davy segera setelah itu mengisolasinya dari Li2O dengan metode elektrolisis. Setelah itu pada tahun 1861, Rb (rubidium) dan Cs (cesium), ditemukan sebagai unsur baru dengan teknik spektroskopi. Fr (fransium) ditemukan dengan menggunakan teknik radiokimia tahun 1939, kelimpahan alaminya sangat rendah karena memiliki waktu paro 21 menit. Logam-logam ini juga bersifat sebagai reduktor dan mempunyai warna nyala yang indah sehingga dipakai sebagai kembang api.
Pada pembuatann logam alkali dari senyawanya, merupakan reaksi reduksi. Logam alkali dapat dibuat dengan mengelektrolisis lelehan garam-garamnya, biasanya digunakan garam halida. Logam Li dibuat dengan mengelektrolisis campuran LiCl-KCl cair (KCl berfungsi menurunkan titik leleh). Logam Na diperoleh dengan mengelektrolisis campuran NaCl-NaF cair. Logam K diperoleh dengan cara mengelektrolisis campuran KCl-CaCl2 cair.
Semua logam alkali lunak, putih mengkilap seperti perak dengan titik leleh terendah. Sifat ini karena atom-atom alkali hanya memiliki satu elektron terluar yang terlibat dalam ikatan logam, sehingga energi kohesi antar atom dalam kristal sangatlah kecil. Logam logam alkali akan memperlihatkan warna spektrum emisi yang khas jika dibakar pada nyala api bunsen. Adapun warna-warna yang dihasilkan adalah Li merah karmin, Na kuning, K ungu, Rb merah, Cs biru.
Pada sifat kimianya, logam-logam alkali bersifat reduktor kuat. Hal ini tercermin dari EO yang sangat negatif. Sifat inilah yang menyebabkan logam-logam alkali dapat lansung bereaksi dengan halogen-halogen. Semua senyawa alkali berikatan ionik dengan atom logam alkali memiliki bilangan oksidasi +1.
Adapun kegunaan logam alkali antara lain sinar emisi Na dipakai untuk penerang di jalan-jalan raya atau pada kendaraan. Serta sebagai reduktor dalam pembuatan logam titanium dari senyawanya dan juga pembuatan tetra etil timbal, yaitu zat anti ketukan yang ditambahkan pada bensin.
Unsur- unsur golongan II A (2) dalam sistem periodik dikenal sebagai logam-logam alkali tanah. Logam alkali tanah adalah kelompok unsur kimia Golongan 2 pada tabel periodik. Kelompok ini terdiri dari berilium (Be), magnesium (Mg), kalsium (Ca), stronsium (Sr), barium (Ba), dan radium (Ra). Radium kadang tidak dianggap sebagai alkali tanah karena sifat radioaktif yang dimilikinya.
Senyawa-senyawa alkali tanah yang paling banyak terdapat di alam adalah kalsium dan magnesium. Dan yang paling sedikit dijumpai adalah radium karena bersifat radioaktif. Pada pembuatannya, logam-logam alkali tanah juga diperoleh dengan cara elektrolisis lelehan garam-garamnya. Logam-logam golongan II A memiliki jari-jari yang lebih kecil jika dibandingkan dengan golongan I A, sehingga logam-logam alkali memiliki kerapatan serta energi ionisasi yang lebih tinggi. Hal ini karena logam-logam alkali memiliki dua elektron sehingga ikakatan antar atom lebih kuat. Garam –garam alkali tanah jika dibakar pada nyala bunsen akan menimbulkan spektrum emisi antaralain. Ca merah bata, Sr merah tua, Ba hijau kuning. Mg dan Be tidak memberikan spektrum emisi yang khas. Logam alkali tanah juga bersifat reduktor dan jika bereaksi dengan air akan membentuk basa dan gas H2.

III. ALAT DAN BAHAN
Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
A. Alat
1. Gelas kimia
2. Rak dan tabung reaksi
3. Alat pembakar (lilin)
4. Pipet tetes
5. Cawan Petri
6. Penjepit tabung
7. Kawat nikron
8. Pinset
9. Tisu dan lap
10. Gunting
B. Bahan
1. Logam Na
2. Magnesium
3. Larutan fenolphatein
4. HCl pekat
5. Padatan NaCl
6. Padatan KCl
7. Padatan CaCl2
8. Padatan BaCl2

IV. PROSEDUR KERJA
1. Mengambil logam Na dengan spatula secukupnya, kemudian meletakkannya di atas sepotong kecil kertas saring. Meletakkan kertas saring tersebut di atas permukaan air di dalam cawan penguap. Kemudian memeriksa sifat larutan dengan meneteskan sedikit larutan fenolphtalein.
2. Membersihkan sepotong pita magnesium, kemudian memasukkannya ke dalam air dan mengamati apa yang terjadi.
3. Reaksi Nyala : membersihkan kawat nikrom dengan mencelupkannya ke dalam larutan klorida pekat (HCl pekat) kemudian memanaskan kawat itu dalam nyala api pembakar. Kemudian mencelupkan kawat tersebut ke dalam padatan yang akan diuji. Selanjutnya membakar kembali kawat nikrom ini, dan mengulanginya hingga tidak terlihat warna lain dalam nyala tersebut. Selanjutnya langkah tersebut diulangi untuk beberapa padatan yang diuji, secara berturut-turut Kcl, BaCl2 dan NaCl2.

V. HASIL PENGAMATAN


VI. REAKSI-REAKSI KIMIA
1. 2Na(g) + 2H2O(l) ---> 2NaOH(aq) + H2(g)
2. NaOH(aq) + PP ---> NaOH(aq) + PP
2. Mg(s) + 2H2O(l) ---> Mg(OH)2(aq) + H2(g)

VII. PEMBAHASAN
Golongan IA disebut juga logam alkali. Logam alkali melimpah dalam mineral dan terdapat di air laut. Khususnya Na (natrium), di kerak bumi termasuk logam terbanyak keempat setelah Al, Fe, dan Ca. Walaupun keberadaan ion natrium dan kalium telah dikenali sejak lama, sejumlah usaha untuk mengisolasi logam ini dari larutan air garamnya gagal sebab kereaktifannya yang tinggi pada air.
Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan, untuk perlakuan pertama untuk mengetahui sifat-sifat logam alkali yaitu pada saat logam Na ditambahkan dengan air terjadi nyala api dan ledakan. Hal ini dikarenakan logam Na yang bila direaksikan dengan air akan menghasilkan larutan basa. Selain itu, sesuai dengan sifatnya bahwa Natrium (Na) sangat reaktif terhadap oksigen (O2) dan air (H¬2O). Kereaktifan logam Na disebabkan karena elektron kulit terluar inti terikat secara lemah, sehingga mudah terlepas. Selain itu logam Na merupakan reduktor dan dapat mereduksi air dengan membentuk basa dan melepas hidrogen. Akan tetapi, pada perlakuan ini tidak terjadi perubahan warna, setelah ditetesi dengan larutan indikator PP terjadi perubahan warna menjadi warna merah muda. Ini menandakan bahwa larutan tersebut adalah larutan basa (NaOH). Secara sederhana, reaksi ini dapat dituliskan dengan :

Na + 2H2O ---> Na(OH)2 + H2

Pada perlakuan yang kedua yaitu untuk mengamati sifat-sifat logam alkali tanah. Pada perlakuan ini logam magnesium (Mg) sebagai sampel dimasukkan ke dalam cawan berisi air, setelah diamati tampak logam Mg tidak larut dalam air. Setelah ditambahkan dengan larutan indikator PP, larutan mengalami perubahan warna dari bening menjadi merah muda. Hal ini menunjukkan bahwa air yang telah bereaksi dengan logam Mg bersifat basa. Secara sederhana, reaksinya dapat ditulis dengan :

Mg + 2H2O ---> Mg(OH)2 + H2

Juga disebutkan dalam literatur bahwa logam alkali tanah (logam Mg) bila beraksi dengan air akan membentuk basa dan gas hidrogen (Michael Purba : 2006). Perlu diperhatikan logam magnesium bereaksi sangat lambat dengan air dingin dan sedikit lebih baik dengan air panas (Keenam, 1979).
Pada perlakuan yang ketiga, yaitu untuk mengamati sifat-sifat logam alkali dan alkali tanah. Pada perlakuan ini, sifat-sifat logam alkali dan alkali tanah diamati melalui warna nyala yang dihasilkan oleh berbagai macam padatan atau senyawa dari logam alkali dan alkali tanah yang dipanaskan pada api. Pada pemanasan yang pertama yaitu BaCl2 yang menghasilkan warna biru. Hal ini sesuai dengan data yang ada pada literatur yaitu warna biru. Pada pemanasan yang kedua yaitu NaCl menghasilkan warna jingga pada nyala api. Hal ini mendekati literatur yaitu warna kuning. Sedangkan pada pemanasan yang ketiga yaitu KCl mengjasilkan warna biru, sedangkan pada literatur warna yang dihasilkan yaitu ungu. Adanya perbedaan yang terjadi pada pengamatan ini disebabkan karena api yang digunakan yaitu api lilin. Sedangkan untuk menghasilkan warna yang sesuai digunakan api dengan menggunakan spritus.

VIII. KESIMPULAN
Dari serangkaian percobaan, maka dapat disimpulkan tentang sifat-sifat logam alkali dan alkali tanah antaralain sebagai berikut
1. Logam alkali
a. Memiliki kereaktifan yang sangat tinggi
b. Jika bereaksi dengan air akan membentuk basa kuat dan gas H2
c. Memiliki warna nyala masing-masing yang menjadi cirri khas untuk logam alkali dan alkali tanah, yaitu Litium (merah), Natrium (kuning), Kalium (ungu), Rubidium (merah), dan Sesium (biru).
2. Logam alkali tanah
a. Memiliki kereaktifan yang rendah
b. Membentuk senyawa basa lemah dan gas H2 jika bereaksi dengan air
c. Memiliki warna nyala masing-masing yang menjadi cirri khas untuk logam alkali tanah, yaitu Birilium (putih), Magnesium (putih), Kalsium jingga-merah), Stronsium (merah), dan Barium (hijau).

DAFTAR PUSTAKA

Keenam. 1979. Kimia Universitas Jilid 2. Jakarta. Erlangga.

Purba, Michael. 2006. Kimia SMA XII. Jakarta. Erlangga.

Tim Dosen Kimia Dasar II. 2009. Buku Ajar Kimia Dasar II. Palu. Universitas Tadulako.

Tim Penyusun Kimia Dasar II. 2009. Penuntun Praktikum Kimia Dasar II Fisika. Palu. Universitas Tadulako.

http://www.rumahkimia.wordpress.com

http://www.anna-hidayati.blogspot.com

PERCOBAAN VI ”U N S U R T R A N S I S I”

I. TUJUAN
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mempelajari sifat-sifat ion kompleks.

II. DASAR TEORI
Unsur transisi dalam sistem periodik terletak antara golongan II A dan III A, yaitu dimulai dari golongan III B sampai VIIIB, dilanjutkan golongan I B dan diakhiri golongan II B. Unsur-unsur ini terdiri atas 10 unsur yang dimulai dari kiri ke kanan yaitu Sc, Ti, V, Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu dan Zn. Konfigurasi elektron unsur transisi terletak pada blok d. Unsur-unsur blok d inilah yang mengalami peralihan dari unsur logam ke non logam. Ada beberapa pendapat tentang pengertian unsur transisi, diantaranya ada yang mengatakan bahwa unsur transisi adalah unsur yang terletak pada blok d dalam sistem periodik antara golongan alkali tanah IIA dengan golongan Boron Aluminium (IIIA).

BILANGAN UNSUR TRANSISI
Bilangan oksidasi pada unsure transisi periode ke IV. yang diantaranya adalah unsure : Sc,Ti,V, Cr, Mn, Fe, Ni, Co, Cu, Zn. Berikut konfigurasi electron unsur transisi pada periode 4 :
Skandium 21Sc : (18Ar) 3d1 4s2
Titanium 22Ti : (18Ar) 3d2 4s2
Vanadium 23V : (18Ar)3d34s2
Krom 24Cr : (18Ar) 3d5 4s1
Mangan 25Mn : (18Ar) 3d5 4s2
Besi 26Fe : (18Ar) 3d6 4s2
Nikel 27Ni : (18Ar) 3d7 4s2
Kobal 28Co : (18Ar) 3d8 4s2
Tembaga 29Cu : (18Ar) 3d10 4s1
Seng 30Zn : (18Ar) 3d10 4s2
Unsur-unsur transisi pada periode 4 mempunyai bilangan oksidasi lebih dari 1 tingkat. Hal ini disebabkan oleh adanya subkulit 3d yang belum penuh. Tingkat energi dari 5 orbital, 3d relatif sama, sehingga perubahan konfigurasi yang terjadi pada sub kulit 3d akan mempunyai tingkat kestabilan yang relatif sama pula.Umumnya bila sub kulit 3d berisi lebih dari 6 elektron, maka hanya sebuah electron dari 3d yang dapat dilepaskan bahkan pada Zn (seng) electron sub kulit 3d tidak dapat dilepaskan sama sekali. Akibatnya unsure Zn hanya dapat mempunyai bilangan oksidasi +2 sama seperti, Sc (skandium) yang hanya memiliki satu bilangan oksidasi yaitu +3.

Berikut ini beberapa bilangan oksidasi pada unsure transisi periode keempat :

1. Sc (Skandium)
Skandium hanya memiliki 1 bilangan oksidasi yakni +3, hal ini disebabkan karena jika bereaksi dengan unsur lain untuk mencapai kestabilan skandium harus melepaskan 3 elektron. Contoh : Sc+3 (mempunyai bilangan oksidasi +3).

2. Ti ( Titanium)
Tintanium mempunyai 2 bilangan oksidasi yakni +3 dan +4. hal ini disebabkan karena titanium pada sub kulit 4s memiliki 2 elektron dan pada sub kulit 3d hanya memiliki 2 elektron sehingga titanium dapat mendistribusikan elektronnya sebanyak 3 atau 4 agar titanium tetap stabil.Contoh : TiCl3 (Ti mempunyai bilok +3) dan TiO2 (Ti mempunyai bilok +4).
3. V (Vanadium)
Vanadium mempunyai 4 bilangan oksidasi yakni +2,+3,+4 dan +5, hal ini disebabkan karena vanadium pada sub kulit 4s memiliki 2 elektron dan pada sub kulit 3d memiliki 3 elektron sehingga vanadium dapat mendistribusikan elektronnya sebanyak 2, 3, 4 atau 5. Contoh : V+2 (mempunyai bilangan oksidasi +2) ;V+3 (mempunyai bilangan oksidasi +3); VO2 (mempunyai bilangan oksidasi +4); V2O5 (mempunyai bilangan oksidasi +5).

4. Cr ( Cromium)
Cromium mempunyai 3 bilangan oksidasi yakni +2,+3, dan +6, hal ini disebabkan karena cromium pada sub kulit 4s memiliki 1 elektron dan pada sub kulit 3d memiliki 5 elektron sehingga cromium dapat mendistribusikan elektronnya sebanyak 2, 3, atau 6. Contoh : Cr+2 (mempunyai bilangan oksidasi +2); Cr2O3 (mempunyai bilangan oksidasi +3); Na2Cr2O7 (mempunyai bilangan oksidasi +4).

5. Mn (Mangan)
Mangan mempunyai 5 bilangan oksidasi yakni +2,+3,+4,+6 dan +7, hal ini disebabkan karena mangan pada sub kulit 4s memiliki 2 elektron dan pada sub kulit 3d memiliki 5 elektron sehingga mangan dapat mendistribusikan elektronnya sebanyak 2, 3,4,6 atau 7.
Contoh :
• MnO (mempunyai bilangan oksidasi +2)
• Mn2O3 (mempunyai bilangan oksidasi +3)
• MnO2 (mempunyai bilangan oksidasi +4)
• Mn2O7-2 (mempunyai bilangan oksidasi +6)
• Mn2O7 (mempunyai bilangan oksidasi +7)


6. Fe (Besi)
Besi mempunyai 2 bilangan oksidasi yakni +2 dan +3, hal ini disebabkan karena besi pada sub kulit 4s memiliki 2 elektron dan pada sub kulit 3d memiliki 6 elektron sehingga besi dapat mendistribusikan elektronnya sebanyak 2 atau 3.
Contoh :
•FeCO3 (mempunyai bilangan oksidasi +2)
•Fe2O3 (mempunyai bilangan oksidasi +3)

7. Co(Cobalt)
Cobalt mempunyai 2 bilangan oksidasi yakni +2 dan +3, hal ini disebabkan karena cobalt pada sub kulit 4s memiliki 2 elektron dan pada sub kulit 3d memiliki 7 elektron sehingga cobalt dapat mendistribusikan elektronnya sebanyak 2 atau 3.
Contoh:
•CoS2O3 (mempunyai bilangan oksidasi +2)
•Co3O4+1 (mempunyai bilangan oksidasi +3)

8. Ni(Nikel)
Nikel mempunyai 2 bilangan oksidasi yakni +2 dan +3, hal ini disebabkan karena nikel pada sub kulit 4s memiliki 2 elektron dan pada sub kulit 3d memiliki 8 elektron sehingga nikel dapat mendistribusikan elektronnya sebanyak 2 atau 3.
Contoh :
•NiS (mempunyai bilangan oksidasi +2)
•Ni2O3 (mempunyai bilangan oksidasi +3)

9. Cu(Tembaga)
Tembaga mempunyai 2 bilangan oksidasi yakni +1 dan +2, hal ini disebabkan karena tembaga pada sub kulit 4s memiliki 1 elektron dan pada sub kulit 3d memiliki 10 elektronsehingga tembaga dapat mendistribusikan elektronnya sebanyak 1 atau 2.
Contoh :
•Cu2S (mempunyai bilangan oksidasi +1)
•CuS (mempunyai bilangan oksidasi +2)

10. Zn(Seng)
Seperti sebelumnya telah kita ketahui, bahwa Zn (seng) hanya memiliki 1 bilangan oksidasi yakni +2 karena Zn (seng) pada sub kulit 4s memiliki 2 elektron dan pada sub kulit 3d memiliki 10 elektron tetapi tidak bisa dilepaskan sehingga hanya dapat melepaskan 2 elektron saja.
Contoh: ZnO (mempunyai bilangan oksidasi +2) Setelah kita pahami tentang bilok (Bilangan Oksidasi) unsure transisi periode 4,
kita dapat mengetahui berapa sifat unsur transisi tersebut yang akan dibahas pada sub bab selanjutnya, contohnya : unsur transisi yang memberikan warna dan tentang pembentukan senyawa kompleks.

III. ALAT dan BAHAN
Adapun alat dan bahan yang kami gunakan dalam praktikum ini adalah :
a. Alat :
1. Cawan penguap
2. Tabung reaksi dan rak
3. Pipet tetes
4. Alat pembakar
5. Spatula
6. Batang pengaduk
7. Gelas ukur
b. Bahan :
1. CuSO4 0,25 M
2. HCl pekat
3. NaOH 2 M
4. CoCl2 . 6H2O
5. Aquades
6. NH4Cl pekat
7. CuSO4. 5H2O
8. NH4OH

IV. PROSEDUR KERJA
1. Memasukkan sedikit kristal CuSO5.5H2O kedalam pinggang penguap dan panaskan setelah zat tidak berwarna lagi dinginkan pinggan pinggan penguap kemudian tambahkan beberapa tetes air.
2. Mengerjakan seperti langkah di atas dengan kristal CuSO4.5H2O
3. Memasukkan ke dalam tiga tabung reaksi masing-masing 1 ml larutan CuSO4 0,25 M. Pada tabung reaksi pertama, menambahkan NaOH 2 M tetes demi tetes sampai berlebihan. Pada tabung reksi kedua, menambahkan larutan HCl tetes demi tetses sampai berlebih.Pada tabung reaksi ketiga, menambahkan larutan HCl pekat tetes demi tetes sampai larutan berubah warna. Tambahkan air ke dalam tabung. Kemudian menambahkan larutan NH4Cl pekat.

V. HASIL PENGAMATAN
No/ Cara Perlakuan Keterangan
1 CuSO4 .5H2O Biru tua (Dengan ion pusat CuSO4 dan ligannya 5H2O)
CuSO4 .5H2O Terjadi perubahan warna dari biru tua menjadi biru muda keputihan setelah dipanaskan.
CuSO4 .5H2O Dalam waktu yang agak lama, sedikit demi sedikit akan mengikat H2O kembali.
CuSO4 .5H2O + H2O Biru tua (Warnanya kembali ke semula), karena ligannya (H2O) di ikat kembali.
2 CoCl2 . 6H2O Hitam keungu-unguan
CoCl2 . 6H2O Setelah dipanaskan terjadi pelelehan dan terjadi perubahan warna menjadi biru tua.
CoCl2 . 6H2O Setelah didinginkan dan ditetesi air sedikit demi sedikit warna kembali seperti semula
3 a. CuSO4 0,25M + NaOH 2M Terjadi perubahan warna dari ungu agak bening menjadi biru muda, larutan menjadi kabur dan terdapat endapan yang banyak.
b. - CuSO4 Biru bening
- CuSO4 + NH4OH Biru muda dan sedikit terdapat endapan
c. - CuSO4 Biru muda
- CuSO4 + HCl Biru muda dan terdapat endapan
- CuSO4 + HCl + H2O Bening terdapat endapan
- CuSO4 + HCl + H2O + NH4OH Bening dan tidak terdapat endapan

VI. REAKSI-REAKSI KIMIA
Cara 1
1. CuSO4. 5H2O--->CuSO4 + 5H2O
2. CuSO4 + 5H2O--->CuSO4 . 5H2O
Cara 2
1. CoCl2 . 6H2O ---> CoCl2 + 6H2O
2. CoCl2 + 6H2O ---> CoCl2 . 6H2O
Cara 3
1. CuSO4 + 2NaOH ---> Na2SO4 + Cu(OH)2
2. CuSO4 + 2NH4OH ---> Cu(NH3)42+ + CuCl2
3. CuSO4 + 2HCl ---> H2SO4 + CuCl2
H2O ---> H3O+ + OH-
Cu2+ + 2OH- ---> Cu (OH)2
Cu (OH)2 + 4NH4 Cl ---> (Cu (NH3)4)2+ + 2HCl + 2H2 O + 2Cl-


VII. PEMBAHASAN
Unsur transisi dalam sistem periodik terletak antara golongan II A dan III A, yaitu dimulai dari golongan III B sampai VIIIB, dilanjutkan golongan I B dan diakhiri golongan II B. Unsur-unsur ini terdiri atas 10 unsur yang dimulai dari kiri ke kanan yaitu Sc, Ti, V, Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu dan Zn. Konfigurasi elektron unsur transisi terletak pada blok d. Unsur-unsur blok d inilah yang mengalami peralihan dari unsur logam ke non logam. Ada beberapa pendapat tentang pengertian unsur transisi, diantaranya ada yang mengatakan bahwa unsur transisi adalah unsur yang terletak pada blok d dalam sistem periodik antara golongan alkali tanah IIA dengan golongan Boron Aluminium (IIIA).
Pada pengamatan ini, akan dipelajari sifat-sifat unsur-unsur transisi yang membentuk ion kompleks. Yang mana dalam hal ini merupakan sifat khas dari unsur-unsur transisi tersebut yaitu terdiri dari Ion pusat dari Ligand. Dimana ion pusat dari unsur-unsur transisi dan bermuatan positif dan mempunyai pasangan elektron bebas.
Misalnya : Cl-, CN-, NH3, H2O dan sebagainya.
Pada perlakuan pertama, yaitu CuSO4 .5H2O sebelum didinginkan berwarna biru tua (dengan ion pusat yaitu CuSO4 dan 5H2O sebagai ligannya). Setelah dipanaskan warnanya berubah menjadi biru muda keputih-putihan. Hal ini disebabkan karena pada saat dipanaskan, terjadi pelepasan hidrat yang berupa molekul-molekul 5H2O ke udara. Namun, setelah didinginkan dan ditambahkan dengan air (H2O), warna kristal kembali berubah seperti semula yaitu biru tua karena ligan yang sebelumnya dilepas kembali diikat. Walaupun tanpa adanya penambahan air, ligan akan kembali diikat jika kristal didinginkan dalam waktu yang lama. Pada senyawa ini, yang berperan sebagai ion pusat yaitu CuSO4 dan 5H2O sebagai ligannya.
Pada pelakuan yang kedua, yaitu CoCl2 . 6H2O sebelum dipanaskan berwarna hitam keungu-unguan dan masih berbentuk kristal. Setelah dipanaskan, kristal tersebut meleleh dan terjadi perubahan warna menjadi biru tua. Hal ini disebabkan karena terlepasnya ikatan 6H2O pada kristal. Ketika didinginkan dan ditetesi air sedikit demi sedikit, warna kemabali menjadi seperti semula yaitu hitam keungu-unguan. Ini disebabkan oleh hidrat yang semula dilepaskan kembali diikat melalui penambahan air. Adapun ion pusat pada senyawa ini yaitu CoCl2 dan 6H2O sebagai ligannya.
Pada perlakuan yang ketiga, yaitu perlakuan terhadap CuSO4. Pada penambahan NaOH, warna CuSO4 yang pada mulanya berwarna ungu (bening) berubah menjadi biru muda dan terbentuk endapan. Larutan juga menjadi kabur. Pada perlakuan ini, reaksi yang terbentuk yaitu :
CuSO4 + 4NaOH ---> [Cu(OH)2SO4]4- + 4Na+
Yang merupakan ion kompleks dari persaman reaksi di atas adalah [Cu(OH)2SO4]4- + 4Na+ dan endapan yang di bentuk adalah Cu(OH)2.¬karena larutan tersebut beraksi dengan larutan basa yaitu larutan NaOH. Adapun atom pusatnya yaitu Cu dan OH sebagai ligannya.
Pada perlakuan CuSO4 yang ditambahkan NH4OH, CuSO4 yang pada awalnya berwarna biru bening berubah menjadi biru muda dan terdapat sedikit endapan. Sedangkan pada pengamatan CuSO4 yang ditambahkan HCl diperoleh bahwa CuSO4 yang awalnya berwarna biru muda setelah ditambahkan HCl terbentuk endapan. Setelah itu, ditambahkan H2O terjadi perubahan warna menjadi bening dan juga terdapat endapan. Begitu juga yang diperoleh pada penambahan terakhir yaitu NH4Cl, hanya terdapat endapan dan tidak terjadi perubahan warna. Ini menandakan bahwa tidak terjadi reaksi pada perlakuan ini.
Berdasrakan percobaan yang dilakukan, masih banyak terdapat kesalahan yang ditemukan, ini disebabkan karena kurangnya perhatian praktikan pada saat melakukan percobaan. Selain itu, kesalahan juga dapat terjadi karena terkontaminasinya suatu larutan dengan larutan lain atau karena pencucian alat yang kurang bersih.


VIII. KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Salah satu sifat unsur transisi adalah dapat membentuk ion kompleks. Adapun sifat-sifat ion kompleks yang terbentuk memiliki struktur berupa atom pusat dan ligan-ligannya. Keterikatan antara atom pusat dan ligan merupakan ikatan kovalen koordinasi, dimana atom pusat sebagai penyedia orbital-orbital kosong untuk menampung pasangan elektron dari ligan-ligan.
2. Beberapa karakter umum dari logam-logam transisi:
1. Kebanyakan logam mempunyai lebih dari satu bilangan oksidasi.
2. Kebanyakan senyawa-senyawanya bersifat paramagnetic.
3. Kebanyakan senyawa-senyawa dari logam transisi berwarna.
4. Logam transisi cenderung membentuk senyawa kompleks.
















DAFTAR PUSTAKA

Anshory Irfan. 2002. Kimia SMU untuk Kelas 3. Jakarta. Erlangga.

Tim Dosen Kimia Dasar. 2009. Buku Ajar Kimia Dasar II. Palu. Universitas
Tadulako.

Tim Penyusun Kimia Dasar II. 2009. Penuntun Praktikum Kimia Dasar II. Palu
Universitas Tadulako.

http://www.kimiatransisi.co.id/transisi/ (25/05/2009)

http://www.modernscience.com/unsurtransisi/(02/06/2009)

Jumat, 30 April 2010

CINTA yang AGUNG

oleh : Kahlil Gibran
Adalah ketika kamu menitikkan air mata
dan MASIH peduli terhadapnya..
Adalah ketika dia tidak mempedulikanmu dan kamu MASIH
menunggunya dengan setia..
Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain
dan kamu MASIH bisa tersenyum sembari berkata ‘Aku
turut berbahagia untukmu’

Apabila cinta tidak berhasil…BEBASKAN dirimu…
Biarkan hatimu kembali melebarkan sayapnya
dan terbang ke alam bebas LAGI ..
Ingatlah…bahwa kamu mungkin menemukan cinta dan
kehilangannya..
tapi..ketika cinta itu mati..kamu TIDAK perlu mati
bersamanya…

Orang terkuat BUKAN mereka yang selalu
menang..MELAINKAN mereka yang tetap tegar ketika
mereka jatuh

Jumat, 23 April 2010

Di antara Dua Perempuan

Oleh : Muhammad Iqbal (Kanda yang ku kagumi)
Kita tak pernah memilih di lahirkan dari rahim siapa. Yang kita tahu, kita keluar dari rahim perempuan tangguh, sembilan bulan menanggung beban, berpeluh namun tak pernah mengeluh.
Ibuku memang bukan Kartini tapi saya tahu dan bangga bahwa dia lebih dari sekedar cerita Kartini. Kartini, perempuan Jawa yang saya kenal sejak SD dulu dari guru. Dalam keterkungkungan adat, Kartini mencoba melawan arus menyelami dalamnya samudera pengetahuan. Kala itu pendidikan menjadi batas demarkasi perempuan dan lelaki.
Ibuku hadir tanpa pernah melakukan pembangkangan adat seperti yang dilakukan Kartini. Tapi, bukankah memang kehebatan tidak selalu diukur dengan pembangkangan? Patuh pada adat, memegang teguh pammali, dan dia tetap hebat tanpa harus menjadi seperti Kartini.
Kehebatannya karena telah membesarkan kami, anaknya. Ia juga pandai memasak, bila suatu waktu kami butuh jajanan, kas kecilnya tak pernah habis untuk memenuhi kebutuhan kami. Suatu waktu juga ia menjadi tempat berkeluh atas segala permasalahan kami, untuk hal ini dia selalu punya jawabannya. Untuk semua itu, cukup kiranya untuk mengatakan dia lebih dari Kartini yang sering mereka ceritakan itu.
Dan Kau? Kutahu juga kau melebihi Kartini. Tak perlu kiranya menyebut alasannya. Percayalah, perempuan tak mesti harus selalu di depan untuk sebuah pembangkangan.
Kekaguman kita pada perempuan bukan karena perlawanannya, ataupun karena dia pahlawan gender, lebih dari itu, karena teguh di jalannya, menerima kodrat sebagai perempuan tanpa harus menjadi seperti lelaki. Dan kutahu, untuk hal ini, ibuku dan mungkin juga kau, jauh melebihi Kartini.
Kartini, sekali lagi, hanya symbol. Perjuangan perempuan tak harus selalu sama dengannya. Selamat memperingatinya! Tunggu aku di pelabuhan itu!!!!!

Rabu, 13 Januari 2010

TODDO PULI TEMMALARA: JENDELA DENGAN KACA YANG BENING TENTANG MANUSIA LUWU

Oleh Mashadi Said (Universitas Gunadarma, Jakarta, Indonesia).
Disajikan pada Festival Galigo dan Seminar Internasional Sawerigading Di Masamba, Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Indonesia Tanggal 10-14 Desember 2003.
Abstrak Sejarah panjang perjalanan manusia Luwu dimulai sejak kehadiran Tomanurung di Tanah Luwu, kehadiran Islam sampai pada penjajahan Belanda dan Jepang serta kemerdekaan yang diwujudkan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dalam perjalanan panjang itu, sebagai suatu masyarakat yang berdaulat, Luwu memiliki kekayaan budaya. Wujud kebudayaan disimbolkan dengan sebuah ungkapan yang sangat terkenal di kalangan manusia Luwu, yaitu “Toddo Puli Temmalara”. Ungkapan ini telah diabadikan pada sebuah monumen yang berdiri tegak di jantung Kota Palopo, Luwu yang merupakan “jendela dengan kaca yang bening” adalah untaian kata yang memiliki makna yang dalam mengenai manusia luwu. Toddo Puli Temmalara mengandung makna seperti yang tergambar dalam konstruk berikut: Sadda, mappabati Ada Ada, mappabati Gau Gau mappabati Tau Tau … sipakatau Mappaddupa Nasaba Engkai Siri’ta nennia Pesseta Nassibawai Wawang ati mapaccing, lempu, getteng, warani, reso, amaccangeng, tenricau, maradeka nennia assimellereng Makkatenni Masse ri Panngaderengnge na Mappasanre ri elo ullena Alla Taala Berdasarkan konstruk inilah, manusia Luwu berpikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari. Kata Kunci: Toddo Puli Temmalara, mapaccing, lempu, getteng, warani, reso, amaccangeng, maradeka PENDAHULUAN Jika pada sajian ini digunakan istilah “manusia Luwu”, maka yang perlu dicatat adalah istilah ini tidak bermaksud mendeskripsikan manusia Luwu seadanya (seperti pengamatan seorang sosiolog di lapangan). Deskripsi ini berusaha memberikan suatu konstruk teoretis tentang konsep jati diri manusia Luwu menurut paham Max Weber, yakni “bebas” dari realitas. Jadi, gambaran tentang manusia yang dideskripsikan pada paparan ini adalah sesuatu yang abstrak, lokasinya berada dalam alam pikiran warga manusia Luwu. Gambaran itu merupakan hasil dari pengalaman, penghayatan, yang selanjutnya dikonstruksikan secara analitik. Konstruk teoretis tentang jati diri manusia Luwu yang dipaparkan dalam makalah ini merupakan perwujudan dari analisis mengenai kepustakaan Luwu yang disebut Lontara, hasil-hasil analisis para cendekiawan mengenai peradaban Luwu dan Bugis pada umumnya, serta pengalaman yang kami terima sebagai putra luwu, yang dilahirkan dan dibesarkan di tanah Luwu. Kepustakaan yang digunakan untuk mengembangkan konstruk tentang manusia Luwu meliputi berbagai Lontara, seperti Lontara Paseng, Lontara Maplina Sawerigading Ri Saliweng Langi, Lontara Sukkuna Wajo, dan Lontara Latoa, serta berbagai hasil kajian dan pemikiran cendekiawan, seperti Mattulada, Zainal Abidin Farid, Hamid Abdullah, Fachruddin Ambo Enre, Anhar Gonggong, Harvey, Daeng Mattata, Daeng Mangemba, Andaya, dan lain-lain mengenai manusia Luwu dan Bugis pada umumnya. KONSTRUK MANUSIA LUWU Dari data yang ditemukan dalam kepustakaan Luwu serta hasil-hasil kajian para cendekiawan manusia Luwu dapat dikonstruksikan sebagai berikut: Sadda, mappabati Ada (Bunyi mewujudkan kata) Ada, mappabati Gau (Kata mewujudkan Perbuatan) Gau, mappabati Tau (Perbuatan Mewujudkan Manusia) Tau … sipakatau (Manusia Memanusiakan Manusia) Mappaddupa (Membuktikannya dalam Dunia Realitas) Nasaba (Karena) Engkai Siri’ta nennia Pesseta (Kita Memiliki Siri dan Pesse) Nassibawai (Disertai dengan) Wawang ati mapaccing, lempu, getteng, warani, reso, amaccangeng, tenricau, maradeka nennia assimellereng (Kesucian hati, kejujuran, keteguhan, keberanian, kerja keras dan ketekunan, kecendekiaan, daya saing yang tinggi, kemerdekaan, kesolideran) Makkatenni Masse ri (Berpegang teguh pada) Panngaderengnge na Mappasanre ri elo ullena (Panngadereng serta bertawakal kepada) Alla Taala (Kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa) Konstruk tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Bunyi merupakan hasil dari persentuhan benda-benda atau keadaan yang menghasilkan nuansa khas, berupa bunyi-bunyi. Bunyi-bunyi itu dipandang khas dan memiliki nilai serta kekuatan yang dianggap luar biasa. Anggapan atas kekuatan itu dihubungkan dengan ilmu gaib yang dapat digunakan untuk mendapatkan kekuatan lahir maupun batin. Hal inilah yang menimbulkan dorongan kuat yang menampilkan pribadi yang teguh dalam menghadapi masalah-masalah kehidupan yang terjelma sebagai sikap, prilaku dan temperamen, baik pada individu maupun pada kelompok masyarakat. Orang-orang tua atau leluhur Luwu menamakannya ilmu-ilmu gaib itu sebagai paddissengeng, dengan segala macam bentuknya, seperti sadda tellu. Sadda paggerra, sadda paremma, cenningrara, dan akebbengeng, wawangpurane. Jika kata-kata yang digunakan dalam paddissengeng tersebut dianalisis secara cermat, maka dijumpai suatu makna yang amat meresap ke dalam emosi seseorang yang menimbulkan dorongan yang kuat yang menciptakan pribadi yang tangguh untuk menguasai dunia makro kosmos. Sebagai contoh, untuk memberi keyakinan pada seseorang dalam menghadapi masalah supaya nyali dan keberaniannya bertambah, wawangpurane (kelaki-lakian) berikut dibaca ketika bangun tidur pada pagi hari atau sebelum meninggalkan tempat tidur sambil duduk bersila, atau ketika menghadapi lawan-lawan di medan tempur atau dalam negosiasi-negosiasi lainnya. Bulu temmaruttunna Alla Taala kuonroi maccalinrung; Engkaga balinna Alla Taala na engka balikku; Mettekka tenribali, massadaka tenri sumpala (Gunung yang kokoh kuat milik Allah Yang Maha Tinggi yang kutempati berlindung; Tidak ada yang dapat menandingiku, kecuali jika ada yang dapat menandingi Allah yang Maha Kuasa; Kalau saya berbicara, tidak ada lagi yang dapat menyahut, dan kalau saya berpendapat, tidak ada lagi yang bisa menyanggah) Sadda atau bunyi sebagai fenomena dalam alam raya ini memberi manfaat yang amat besar dalam kehidupan manusia sebagai makhluk yang berbudaya karena bunyi-bunyi itu memampukan manusia untuk berkomunikasi dengan sesamanya. Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, bunyi-bunyi itu terwujud dalam suatu susunan yang mengandung makna yang disepakati secara bersama. Susunan atas bunyi-bunyi itulah yang disebut “ada” atau kata. Ada atau kata itu digunakan manusia untuk mengungkapkan perasaan atau pikiran tentang suatu benda atau tindakan. Jadi, “ada mappabati gau” mengandung makna bahwa bunyi-bunyi yang terwujud berupa kata yang dicetuskan oleh manusia harus serasi dengan tindakan dalam dunia realitas. Bagi manusia Luwu keserasian antara perkataan dan perbuatan (ada na gau) adalah perwujudan dirinya sebagai tau (manusia). Dengan kata lain, individu yang tidak menyerasikan antara perkataan dan tindakannya berarti melanggar etika dan martabat kemanusiaan “ia ada ia gau, taro ada taro gau’ adalah ungkapan yang menegaskan pendirian manusia Luwu untuk selalu menyerasikan antara “perkataan” dan “perbuatan”. Dalam pandangan etika Luwu perbuatan individu tidak dapat dipisahkan dengan individu lainnya karena dilandasi suatu prinsip pemuliaan martabat manusia yang dalam ungkapan Luwu disebut “Tau Sipakatau”. Seseorang dapat disebut manusia kalau ia dapat menempatkan dirinya sebagai “tau” yang berarti bahwa “kata dan prilakunya itu mendudukkan posisi manusia pada posisi sebagai manusia yang bermartabat. Prinsip “Tau Sipakatau” itu merupakan pangkal bagi segala sikap dan tindakan manusia Bugis dalam hidupnya. Jadi, semuanya berpusat pada manusia itu sendiri. Manusia (tau) lah yang menjadi penanggungjawab atas harkat dan martabatnya sebagai manusia. Menurut Mattulada (1996) harkat dan martabat yang menjadi “syirrun” atau “asrar” yang berarti hakikat seseorang yang pada lidah orang Bugis pada umumnya berarti “siri”, juga bermakna kalbu atau nurani manusia. Siri itulah menjadi fokus bagi segala upaya manusia merealisasi diri dalam kehidupan pribadi dan kemasyarakatannya. Siri pulalah yang membawanya ke dalam interaksi sosial, yang secara bersama terikat dalam “Pesse”, yang berarti daya dorong yang kuat untuk mengambil tindakan “Siri”. Karena itu, apabila terjadi masalah “Siri”, maka sebagai wujud kendalinya adalah kadar “Pesse” yang ada pada diri setiap individu. Individu yang memiliki nyali yang besar akan mengambil langkah yang besar pula, sedangkan individu yang memiliki nyali yang kecil akan bertindak pula sesuai dengan kadar nyalinya. “Siri” dan “Pesse” adalah dua unsur yang memiliki muatan utama atau keutamaan pada “Tau”, manusia secara individu. Berdasarkan pandangan itu terwujudlah performansi khas manusia Luwu yang tersimpul dalam sebuah frase atau ungkapan, yaitu: TODDO PULI TEMMALARA. Toddo Puli bermakna tertancap dengan kuat, berketetapan hati secara sungguh-sungguh; temmalara bermakna tidak goyah. Jadi, toddo puli temmalara berarti berketetapan batin yang kuat dan tidak tergoyahkan. Toddo Puli Temmalara ri Wawang Ati Mapaccinnge Nassibawai Alempureng (Teguh tak Tergoyahkan pada Hati yang Suci-bersih disertai dengan Kejujuran) Ati mapaccing berarti bawaan hati yang baik. Manusia Luwu dan manusia Bugis pada umumnya menjadikan bawaan hati, niat atau pikiran yang baik sebagai “perisai” dalam kehidupan. Dalam Paseng disebutkan: “Duai Kuala Sappo, unganna panasae, belo kanukue.” (Dua kujadikan pagar, bunga nangka, hiasan kuku.) Buah nagka disebut “lempu” . Kata ini juga bisa berarti “kejujuran”, dan “belo kanuku” disebut “pacci” yang kalau ditulis dalam aksara Bugis dapat dibaca “paccing” yang berarti “kesucian.” Pada acara pernikahan, kedua benda ini, yaitu pacci dan lempu merupakan hal yang sangat penting untuk diadakan karena simbol ini mengandung makna yang sangat dalam yang mewarnai kehidupan manusia Luwu dan Bugis pada umumnya, yaitu kesucian dan kejujuran. Hal ini merupakan modal utama dalam mengharungi kehidupan keluarga dan sebagai anggota masyarakat. Di samping bawaan hati yang baik sebagai motor pendorong dalam manifestasi perbuatan manusia dalam dunia realitas, terdapat lagi suatu hal dalam diri manusia yang harus dipelihara, yaitu pikiran. Bagi manusia Luwu, hati dan pikiran yang baik akan menghasilkan kebaikan dalam kehidupan. Dalam Lontara disebutkan: Empat hal yang membawa kepada kebaikan: Pikiran yang benar, Jualan yang halal, Melaksanakan perbuatan benar, Berhati-hati menghadapi perbuatan buruk Dalam kehidupan sehari-hari manusia Luwu, harus selalu bersikap waspada terhadap pengaruh-pengaruh yang dapat melunturkan niat atau bawaan hati yang baik karena niat yang baik kadang-kadang dapat terkalahkan oleh dorongan-dorongan nafsu keserakahan dan buruk lainnya, yang selanjutnya membangkitkan niat-niat yang jahat. Dalam Paseng disebut: Empat macam yang memburukkan niat dan pikiran, yaitu (i) kemauan, (ii) ketakutan, (iii) keengganan, dan (iv) kemarahan. Di samping hati yang tulus, bawaan hati dan pikiran yang baik, yang menjadi perisai dalam kehidupan manusia Luwu, kejujuran merupakan hal yang sangat mendasar. Lempu (lurus, kejujuran) lawan katanya adalah jekko (bengkok, culas, curang, dusta, khianat, seleweng, tipu, dan semacamnya). Menurut Lontara, manusia yang jujur memiliki empat ciri, yaitu: (i) ia dapat melihat kesalahannya sendiri, (ii) mampu memaafkan kesalahan orang lain, (iii) kalau ia diberi kepercayaan untuk menangani suatu urusan, ia tidak berhianat, dan (iv) ia menepati janji yang diucapkan. Bagi manusia Luwu, orang yang jujur adalah manusia yang menjadikan dirinya sebagai titik tolak. Dalam ungkapan disebutkan: Kabbecci alemu iolo inappa mukabbecci taue lainnge (cubit dirimu lebih dahulu sebelum engkau mencubit orang lain). Dalam ungkapan lain disebutkan: Apabila engkau menghendaki agar sesuatu dikerjakan orang banyak, umpamakanlah perahu, apabila engkau suka menaikinya, perahu itulah yang engkau gunakan untuk memuat orang lain, itulah yang dimaksud kejujuran. Maksud kutipan ini adalah setiap orang haruslah bersikap fair. Orang yang jujur selalu memperlakukan orang lain menurut standar yang diharapkan dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Ia menghormati orang lain, sebagaimana ia menghormati dirinya sendiri. Ia menghormati hak-hak orang lain sebagaimana ia menghormati hak-haknya. Manusia yang dapat berlaku jujur terhadap orang lain adalah manusia yang dapat berlaku jujur pada dirinya sendiri. Pada saat Raja Luwu menerima Datuk Sulaiman yang akan mengajaknya memeluk Islam, dia berjanji memeluk Islam dengan ketentuan bahwa Datuk Sulaiman harus bisa mengalahkan kelebihan-kelebihan Raja yang harus dipersandingkan terlebih dahulu. Tetapi setelah Raja kalah dalam persandingan itu, dia dengan tulus dan ikhlas menerima kekalahannya. Ia tidak mangkir dari janjinya dan bersikap fair atas kekalahannya. Akhirnya, Raja menerima Islam sebagai agamanya, yang selanjutnya diikuti oleh rakyatnya. Sikap jujur dan fair yang telah ditunjukkan oleh Raja dalam persandingan itu merupakan manifestasi dari jati diri manusia Luwu. Toddo Puli Temmalara ri Assimellerennge (Teguh tak Tergoyahkan pada Persaudaraan) Assimellereng mengandung makna kesolideran, kesehatian, kerukunan, kesatupaduan antara satu anggota keluarga dengan anggota keluarga yang lain, atau antara seorang sahabat dengan sahabat yang lain. Memiliki rasa kekeluargaan yang tinggi, setia kawan, cepat merasakan penderitaan orang lain, tidak tega membiarkan saudaranya berada dalam keadaan menderita, dan cepat mengambil tindakan penyelamatan atas musibah yang menimpa seseorang juga dikenal dengan konsep sipa’depu-repu (saling memelihara). Sebaliknya, orang yang tidak memperdulikan kesulitan sanak keluarga, tetangganya, atau orang lain sekali pun disebut bette perru. Bagi manusia Luwu, kesetiaan pada persaudaraan adalah keharusan. Dalam kehidupan sehari-hari, manisfestasi tentang kesehatian dan kerukunan itu disebutkan dalam sebuah ungkapan: Tejjali tettappere banna mase-mase (Kami tidak mempunyai apa-apa untuk kami suguhkan kepada Tuan: tiada permadani, sofa empuk untuk mendudukkan Tuan. Yang kami miliki hanyalah kasih sayang). Bagi manusia Luwu menghargai tetamu adalah keharusan. Maka tidak jarang kita jumpai seorang tuan rumah sibuk mempersiapkan makanan yang sangat lezat bagi tetamunya, padahal dia sendiri tidak melakukannya dalam kehidupanya sehari-hari. Hal ini dilakukan hanyalah semata-mata untuk memberikan yang terbaik kepada saudaranya, sesamanya. Adapun syarat eratnya persaudaraan itu meliputi 5 hal, yaitu (1) mau sependeritaan, (2) sama-sama merasakan kegembiraan, (3) rela memberikan harta benda sewajarnya, (4) ingat mengingatkan pada hal-hal yang benar, dan (5) selalu saling memaafkan. Dasar persaudaraan itu dapat terlimpul dalam ungkapan berikut. Mali siparappe, malilu sipakainge Sirebba tannga tessirebba pasorong Padaidi pada elo, sipatuo sipatakkong Siwata menre, tessirui no. (Kita saling mengulurkan tangan ketika hanyut, Kita saling menghidupkan karena kita seia sekata Saling mengangkat dan tak saling menjatuhkan) Berbeda pendapat, tetapi tidak menyebabkan adu kekuatan) Dalam Mapalina Sawerigading Ri Saliweng Langi, Sawerigading sebagai tokoh sentral dalam cerita menunjukkan kesetiakawanan yang sangat tinggi seperti tertera dalam kutipan berikut: … janganlah ada di antara kita sudi kembali ke Luwu sebagai mayat hidup. Satu nyawa bagi kita bersama, … Pada kutipan itu tergambar bahwa kesetiakawanan adalah segala-galanya, walaupun nyawa sebagai taruhannya. Toddo Puli Temmalara ri Resoe (Teguh tak Tergoyahkan pada Usaha) Reso berarti usaha dan tinulu berarti tekun. Dalam ungkapan disebutkan: Resopa natinulu kuae topa temmanginngi malomo naletei pammase Dewata (Hanya dengan usaha/kerja keras disertai dengan ketekunan sering menjadi titian rahmat Ilahi). Ungkapan itu memberi petunjuk bagi manusia Luwu bahwa tidak akan ada rizki yang melimpah tanpa disertai dengan kerja keras. Artinya, untuk mendapatkan rizki (dalle) tidak dapat diperoleh dengan hanya ongkang-ongkang kaki di rumah. Rizki tidak boleh diperoleh dengan meminta-minta atau mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Dalam ungkapan lain disebutkan: “Wahai anak-anak! Tidak adakah pekerjaannmu sehingga engkau tinggal nongkrong di pinggir jalan. Jika tidak ada, pergilah ke Baruga (balai pertemuan) mendengar soal adat, ataukah ke pasar mendengar warkah para penjual”. Ungkapan di atas memberi himbauan kepada para pemuda untuk mencari bekal hidup (life skill) berupa ilmu pengetahuan dan keterampilan agar dapat menjadi modal hidup untuk berusaha. Selanjutnya, dalam ungkapan yang berbeda ditekankan: “Janganlah membiasakan dirimu pada empat jenis perbuatan: (1) meminta-minta, (2) meminjam-minjam, (3) memperoleh upah dari suruhan orang lain, dan (4) menumpang makan pada orang lain”. Ungkapan di atas menunjukkan ajaran kemandirian. Perbuatan meminta-minta, meminjam, memperoleh upah dari suruhan orang lain, serta menumpang makan di rumah orang lain termasuk perbuatan yang tidak terpuji. Setiap orang haruslah berusaha sekuat tenaga dan pikiran untuk mendapatkan rizki yang halal (massappa dalle hallala). Manusia Luwu harus yakin (toddo puli) bahwa dalam meniti kehidupan, keberhasilan hanya dapat diperoleh melalui kerja keras dan ketekunan serta memanfaatkan akal pikiran atau ilmu pengetahuan. Seorang lelaki pemalas, enggan bekerja keras, atau tidak mempunyai kepandaian dan keterampilan hidup amat tercela dalam adat Luwu. Orang yang demikian itu tidak dipandang sebagai pria, tetapi dipandang sebagai banci. Dalam ungkapan disebutkan: Empat macam sifat lelaki sehingga ia dipandang sebagai wanita dan tidak diperhitungkan sebagai lelaki, yaitu: (1) ia pemalas, (2) ia lemah, (3) ia dungu, dan (4) ia bodoh. Dalam ungkapan ini tergambar dengan jelas bahwa, ilmu pengetahuan dan keterampilan, serta ketekunan berusaha dalam meniti kehidupan ini sangat diperlukan. Dengan demikian, seorang yang memperoleh harta benda dengan cara yang tidak benar seperti bertindak korup sangat tercela dalam adat Luwu dan Bugis pada umumnya. Hal ini tergambar pada ketetapan Sawerigading untuk selalu menjaga nama baik negeri Luwu pada saat ia ditawarkan untuk berdamai dengan raja di negeri Saliweng Langi, Guttu Tellamma. Guttu Tellemma menawarkan hadiah berupa sejumlah harta benda berharga kepada Sawerigading asal Sawerigading mau melupakan pertikian di antara mereka. Tetapi, Sawerigading menolak menerima tawaran itu. Dia pantang menerima suap dari mana pun. Usaha keras dan kegigihan untuk mencapai keberhasilan tergambar pula dalam peristiwa perjuangan Sawerigading untuk mempersunting We Cudai di Tanah Cina. Walaupun Sawerigading harus menghadapi berbagai macam tantangan, ia tak pernah gentar hingga usahanya benar-benar berhasil. Toddo Puli Temmalara ri Panngaderennge (Teguh tak Tergoyahkan pada Panngadereng) Panngadereng, yaitu Ade (adat), Rapang (undang-undang), Wari (aturan perbedaan pangkat kebangsaan), Bicara (ucapan, bicara), dan Syara (hukum syariat Islam). Yang dimaksud dengan unsur-unsur tersebut adalah asas. Mappasilassae, diwujudkan dalam manisfestasi ade agar terjadi keserasian dalam sikap dan tingkah laku manusia di dalam memperlakukan dirinya dalam panngadereng. Di dalam tindakan-tindakan operasionalnya, ia menyatakan diri dalam usaha-usaha mencegah sebagai tindakan penyelamatan. Mappasenrupae, diwujudkan dalam manifestasi ade, untuk keberlangsungan pola-pola yang sudah ada lebih dahulu guna stabilitas perkembangan yang muncul. Hal ini dinyatakan dalam rapang. Mappallaiseng diwujudkan dalam manifestasi ade, untuk memberikan batas-batas yang jelas tentang hubungan antara manusia dan lembaga-lembaga sosialnya, sehingga masyarakat terhindar dari ketiadaan ketertiban, dan kekacaubaluan. Hal ini dinyatakan dalam wari dalam segala variasi perlakuannya Mappasisaue, diwujudkan dalam manisfestasi ade untuk menimpakan deraan pada setiap pelanggaran ade yang dinyatakan dalam bicara. Asas ini adanya pedoman legalitas dan represif yang sangat konsekuen dijalankan. Di samping itu asas ini dilengkapi dengan siariawong yang diwujudkan dalam manifestasi ade untuk menyatakan adanya perlakuan yang sama, mendidik setiap orang untuk mengetahui yang benar dan yang salah. Syara adalah aturan syariat Islam yang menjadi unsur panngadereng. Bagi masyarakat Luwu dan Bugis pada umumnya, panngadereng merupakan unsur yang paling penting dalam kehidupannya. Hal ini disebabkan karena: Manusia Luwu telah menerima adat secara total dalam kehidupan sistem sosial budayanya dan telah melahirkan keyakinan dan kepercayaan yang teguh bahwa hanya dengan berpedoman pada panngaderenglah ketenteraman dan kebahagiaan bagi setiap anggota masyarakat dapat terjamin. Sistem sosial berdasarkan ketetapan panngadereng telah membentuk pola tingkah laku dan pandangan hidup manusia Luwu. Mereka percaya dan sadar bahwa hanya dengan panngaderenglah pola hidupnya, kepemimpinannya serta segala bentuk interaksi sosialnya dapat terwujud. Di dalam pangngadereng terdapat unsur kepercayaan yang hakiki yang harus ditaati. Karena dengan pangngadereng itulah, pola tingkah laku yang terbimbing sehingga pemimpin dapat bersikap lebih jujur, arif, serta berpihak kepada orang banyak. Bagi masyarakat Luwu, adat adalah segala-galanya. Seseorang hanya tunduk pada peraturan-peraturan adat menurut hukum-hukum yang yang telah disepakati. Adat menjamin kebebasan mereka dan tidak ada seorang pun yang dapat memaksanya untuk melakukan sesuatu yang bertentangan dengan adat. Masyarakat bersama-sama dengan pemimpinnya menentukan nasib masa depannya. Perlakuan sewenang-wenang dari seorang penguasa tidak mendapat tempat dalam sistem panngadereng. Bagi masyarakat Luwu dan Bugis pada umumnya adat adalah tuannya, bukan penguasa. Baik pemimpin maupun masyarakat harus tunduk dan taat pada adat atau hukum yang berlaku. Dalam Lontara Sukkuna Wajo ditegaskan: Maradekakeng, tanaemi ata, ade assiturenna Wajo napopuang. (Kami merdeka, hanya negeri yang abdi, hukum yang telah disepakatilah yang kami pertuan.) Toddo Puli Temmalara ri Taro Taumaegae (Teguh tak Tergoyahkan pada Ketetapan Orang Banyak) Lontara telah menempatkan manusia pada posisi yang amat penting. Ia menempati sebagai posisi subjek yang mempunyai peran aktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam kehidupan bernegara, rakyat adalah segala-segalanya. Bilamana dalam suatu perkara, terdapat ketidaksepahaman di antara pemimpin dan masyarakat, maka hal itu harus dikembalikan kepada rakyat. Dalam sebuah ungkapan disebutkan: Rusa taro arung, tenrusa taro ade, Rusa taro ade, tenrusa taro anang, Rusa taro anang, tenrusa taro tomaega (Batal ketetapan raja, tak batal ketetapan adat, Batal ketetapan adat, tak batal ketetapan kaum, Batal ketetapan kaum, tak batal ketetapan orang banyak (rakyat) Ketika putri raju Luwu terserang penyakit kulit yang tidak dapat disembuhkan, sehingga sangat menghawatirkan berjangkitnya kepada masyarakat, maka datanglah utusan rakyat menghadap Raja. Wakil rakyat berkata: Tuanku, mana yang Engkau sukai Telur yang Satu, atau Telur yang Banyak? Raja yang sangat peka terhadap ungkapan rakyatnya itu sangat memahami bahwa yang dimaksud dengan Telur yang Satu adalah putrinya sendiri yang sedang sakit itu dan Telur Yang Banyak adalah rakyatnya. Maka berkatalah raja: Tentu saja saya sangat mengutamakan Telur Yang Banyak. Akhirnya, puteri yang sangat dicintainya itu dikeluarkan dari istana dan dialirkan ke sungai yang akhirnya terdampar pada suatu tempat yang bernama sakkoli (sekke uli) di daerah Wajo saat ini. Raja hanya bisa bertawakkal kepada Yang Maha Kuasa agar putrinya mendapat pertolongan dari Yang Maha Kuasa (mappasanre ri elo ullena Alla Taala). Raja sebagai seorang pemimpin amat memegang teguh pada kewajibannya, sebagaimana disebutkan dalam Lontara: Engkau kuselimuti supaya tidak kedinginan, (terhindar dari bahaya dan berbagai kesukaran) Engkau kujaga bagaikan mengusir burung pipit supaya tanaman padi tidak hampa (Raja menjaga jiwa rakyat dan harta benda) Saya membela kesalahan-kesalahanmu. (Raja mendengar semua keluh kesah rakyatnya) Ungkapan di atas, menegaskan pengayoman raja terhadap rakyatnya. Ia rela menjadi “payung” bagi rakyatnya. Kedudukan rakyat dalam struktur sosial manusia Luwu dan Bugis telah mendapat tempat yang terhormat dan diusahakan untuk selalu dilindungi. Kondisi sosial yang menempatkan manusia pada kedudukan yang tidak terbelenggu oleh tradisi dan tidak dijadikan sebagai objek politik oleh penguasa telah memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, baik yang menyangkut masalah kedamaian hidup yang selalu didambakan oleh setiap manusia di muka bumi, maupun masalah yang menyangkut kebebasan untuk mengembangkan potensi yang terdapat di dalam dirinya. Kondisi sosial yang menguntungkan ini, menjadikan manusia Luwu dapat stabil dalam memelihara harga dirinya dan martabatnya. Dalam menjalankan pemerintahan, raja selalu berusaha bertindak secara wajar (sitinaja). Sesuatu yang dibebankan kepada rakyat harus sesuai dengan pertimbangan yang wajar. Komitmen raja selaku pemimpin untuk selalu bertindak wajar tertuang dalam Getteng Bicara di Luwu sebagai beikut: “Takaranku kugunakan untuk menakar, timbanganku kugunakan untuk menimbang, yang rendah saya tempatkan di bawah, yang tengah saya tempatkan di tengah, yang tinggi saya tempatkan di atas”. Menurut Abdullah (1985:86), teori kontrak sosial yang diproklamirkan oleh Jean Jacques Rousseau (1712-1778) dalam bukunya Du Contract Social sesungguhnya telah dijalankan dalam sistem kepemimpinan manusia Luwu dan Bugis kira-kira 300 tahun sebelum teori itu diperkenalkan oleh cendekiawan Eropa yang sedang berusaha menemukan suatu sistem yang paling tepat untuk masyarakatnya pada abad XVIII. Unsur-unsur yang menjadi tekanan Rousseau dalam teorinya itu, seperti kebebasan, batas-batas kekuasaan pemimpin, hak-hak rakyat, peran wakil-wakil rakyat, serta sanksi terhadap penguasa yang melanggar, telah tercipta dalam dunia realitas masyarakat Luwu dan Bugis dan menjadi prinsip hidup masyarakat sejak abad XV.
PENUTUP Simpulan Berdasarkan uraian konstruk manusia Luwu di atas, manusia Luwu adalah: Pribadi yang menjadikan prinsip “tau sipakatau” (memanusiakan dirinya dan memanusiakan manusia lainnya) sebagai landasannya dalam bertindak. Pribadi khas yang menujukkan performansi yang amat menjunjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai manusia, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia lainnya. Pribadi yang tak gentar menghadapi segala tantangan yang ada di depannya demi tegaknya harkat dan martabat manusia. Pribadi yang ikhlas berdasarkan hati yang suci dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah di muka bumi. Pribadi yang jujur pada dirinya sendiri, pada manusia lainnya dan kepada Yang Maha Kuasa, sehingga tercipta suatu tatanan kehidupan yang damai. Pribadi pemimpin yang teguh memegang amanah yang diberikan kepadanya. Berpegang teguh pada panngadereng dan ketetapan orang banyak. Pribadi yang beretos kerja tinggi dalam mengharungi kehidupannya. Pribadi yang bebas dari kekangan dan tekanan dalam menjalankan tugas-tugasnya. Pribadi yang gemar bersaing tetapi solider kepada saudaranya, sesama manusia. Pribadi yang selalu berpegang teguh pada panngadereng serta bertawakkal kepada Allah Yang Maha Kuasa. b. Saran Sosialisasi mengenai kekayaan budaya lokal tidak hanya berhenti pada situasi seminar seperti ini saja, tetapi harus pula didiseminasikan kepada kaum muda sebagai pelanjut generasi mulai dari tingkat TK, SD, SMP, SMU, sampai ke perguruan tinggi. Selanjutnya, konstruk teoretis yang telah tertanam dalam alam pikiran masyarakat pada umumnya harus mendapat tempat yang layak dalam dunia realitas, mulai dari pemimpinnya sampai kepada masyarakatnya. DAFTAR PUSTAKA Abdullah, H. 1985. Manusia Bugis-Makassar. Jakarta: Inti Idayu Press. Abdullah, H. 1990. Reaktualisasi Etos Budaya Manusia Bugis. Solo: CV Ramadhani. Ambo Enre, F. 1992. Beberapa Nilai Sosial Budaya dalam Ungkapan dan Sastra Bugis. Pinisi. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Seni, 1 (3): 1—32. Daeng Mattata, S. 1976. Luwu dalam Revolusi. Makassar: yayasan Pembangunan Asrama Ikatan Pelajar Mahasiswa Indonesia Luwu. Mattulada, H.A. (ed.) 1990. Sawerigading: Folktale Sulawesi. Jakarta: Depdikbud. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional. Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara. Mattulada. H.A. 1996. Demokrasi dalam Perspektif Budaya Bugis-Makassar. Dalam Najib, dkk (Ed.) Demokrasi dalam Perspektif Budaya Nusantara (hal. 21---90). Yokyakarta: LKPSM. Punagi, AA. 1993. Pappaseng (Wasiat Orang Dahulu). Ujung Pandang: Proyek Pemibinaan Permuseuman Sulawesi Selatan. Rahim, R. 1985. Nilai-nilai Utama Kebudayaan Bugis. Ujung Pandang: Hasanuddin University Press. Said, Mashadi. 1998. Konsep Jati Diri Manusia Bugis: Sebuah Telaah Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Bugis. Disertasi: Universitas Negeri Malang. Weber, M. The Theory of Social and Economic Organization. Terjemahan oleh A.R. Henderson dan Alcott Parson. 1974. London: William Hodge. PAGE PAGE 16

Selasa, 12 Januari 2010

Sebelum Kita Mengeluh

1. Hari ini sebelum kamu mengatakan kata-kata yang tidak baik, pikirkan tentang seseorang yang tidak
dapat berbicara sama sekali.

2. Sebelum kamu mengeluh tentang rasa dari makananmu, pikirkan tentang seseorang yang tidak
punya apapun untuk dimakan.

3. Sebelum anda mengeluh tidak punya apa-apa, pikirkan tentang seseorang yang meminta-minta di
jalanan.

4. Sebelum kamu mengeluh bahwa kamu buruk, pikirkan tentang seseorang yang berada pada
tingkat yang terburuk di dalam hidupnya.

5. Sebelum kamu mengeluh tentang suami atau istrimu, pikirkan tentang seseorang yang memohon
kepada Allah untuk diberikan teman hidup.

6. Hari ini sebelum kamu mengeluh tentang hidupmu, pikirkan tentang seseorang yang meninggal terlalu
cepat.

7. Sebelum kamu mengeluh tentang anak-anakmu, pikirkan tentang seseorang yang sangat ingin
mempunyai anak tetapi dirinya mandul.

8. Sebelum kamu mengeluh tentang rumahmu yang kotor karena pembantumu tidak mengerjakan
tugasnya, pikirkan tentang orang-orang yang tinggal dijalanan.

9. Sebelum kamu mengeluh tentang jauhnya kamu telah menyetir, pikirkan tentang seseorang yang
menempuh jarak yang sama dengan berjalan.

10. Dan disaat kamu lelah dan mengeluh tentang pekerjaanmu, pikirkan tentang pengangguran,
orang-orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti anda.

11. Sebelum kamu menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain, ingatlah bahwa tidak ada seorangpun yang tidak berdosa.